Sabtu, 24 Maret 2012

Kajian BEM STT-PLN terkait isu kenaikkan BBM


Orang Kaya RI serap Subsidi BBM hingga Rp 5 T

Kalangan masyarakat kelas menengah ke atas selama ini merupakan konsumen terbesar dari Bahan Bakar Minyak bersubsidi. Sekitar Rp 5 T alokasi subsidi BBM diserap oleh kalangan mampu. Sementara kalangan miskin yang seharusnya menjadi target penerima subsidi justru hanya menyerap Rp 0,27 T (Ketua Departemen Keuangan DPP Partai Demokrat:Ikhsan Modjo).
Alasan pemerintah menaikkan BBM:
1.      Adanya perbedaan mencolok antara harga minyak mentah internasional dengan premium dan solar yang beredar di masyarakat.
Saat ini, harga minyak mentah dunia berada pada US$127 perbarel. Sementara harga BBM bersubsidi  jenis premium dan solar Rp4.500/liter. Kondisi ini menyebabkan tekanan anggaran subsidi BBM melonjak dari Rp123 trilliun menjadi Rp190 trilliun.
2.      Kenaikkan BBM bersubsidi dianggap lebih berpihak kepada masyarakat ekonomi kecil..
3.      Pemerintah tengah berupaya mendorong masyarakat untuk berhemat dan ramah lingkungan. Penghematan berasal dari penggunaan energy dari sumber lain, missal gas.
Anggota Komisi XI DPR RI dari fraksi  PDIP Arif Budimanta mengatakan alokasi anggaran subsidi BBM sebesar Rp 123 trilliun untuk solar, minyak tanah, premium dan gas, sehingga pemerintah salah jika mendorong masyarakat beralih ke gas. Pemerintah juga telah melanggar konstitusi terhadap kebijakan menaikkan harga BBM. Menurut UU No. 22 tahun 2011 pasal 7 ayat 6 tentang APBN 2011 yang berisi bahwa harga BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikkan.
Alasan APBN akan membengkak jika BBM bersubsidi tidak dinaikkan, sebetulnya tak seluruhnya tepat. Karena, pemerintah selama ini telah memperoleh penghasilan terkait dengan tambahan Negara pertama, dari Migas sebesar Rp40T, pajak perdagangan internasional Rp4T.



BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat)

Pemerintah berencana memberikan program perlindungan social untuk rakyat sebagai kompensasi dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dengan nama program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dengan anggaran 25,6 trilliun. Uang itu akan dibagikan kepada 18,5 juta keluarga miskin, setara dgn 74 juta jiwa atau Rp 150.000/kepala. Bahwasannya pemerintah bohong terhadap angka tersebut.
Data hasil BPS menyebutkan orang miskin 30 juta jiwa atau 7,5 juta keluarga miskin sehingga yang diperlukan hanya sebesar Rp 10 trilliun bukan Rp 25,6 trilliun. Menurut pendataan Program Perlindungan Sosial tahun 2012 oleh Bappenas, sebanyak 74 juta jiwa terdiri dari 30 juta penduduk hampir miskin, 30 juta penduduk miskin, 14 juta jiwa sangat miskin.
Sedangkan jika dilihat dari data penerima raskin mencapai 70 juta jiw. Padahal realitas penduduk bisa menembus angka 100 juta jika garis kemiskinan diukur dari pengeluaran konsumsi Rp 8.000/hari, dinaikkan Rp 15.000/hari. Pengeluaran perhari penduduk miskin menurut Bank Dunia adalah US$ 2.

IRONI NEGERI SUMBER ENERGI

            "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat" [UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3)
            Indonesia telah merdeka 66 Tahun yang lalu dengan dianugerahi oleh Tuhan yang Maha Esa berupa Rakyat yang memiliki berbagai macam suku dan bahasa. Selain itu, Indonesia juga diberi sebuah Negeri yang subur dengan potensi sumber daya alam yang sangat kaya. Tapi sekarang dalam kenyataannya, Rakyat Indonesia mengalami kekurangan pasokan energi, misalnya distribusi gas yang kurang merata, kenaikan TDL, impor Batubara dan antrian minyak tanah.
            Energi merupakan pendukung utama jalannya peradaban. Kemajuan suatu bangsa membutuhkan dukungan ketersediaan energi. Sebagai contoh, Amerika yang dianggap sebagai negara "super power" mengkonsumsi 21,4% energi dunia, sedangkan China, Jepang, dan Indonesia berturut-turut sebesar 15,6%, 4,8%, dan 1,1% energi dunia pada tahun 2006 [BP, 2008].
            Dari sisi diversifikasi (keanekaragaman) sumber energi, kondisi Indonesia kurang sehat bila dibandingkan dengan komposisi energi dunia: Indonesia masih bertumpu pada minyak bumi (54,4% dari total energi [DESDM, 2005]), sementara kontribusi minyak terhadap total energi dunia sudah turun menjadi 35% [IEA, 2007]. Parahnya, justru neraca energi di sektor minyak bumilah yang kurang menguntungkan; 44,4% minyak bumi yang kita gunakan berasal dari luar negeri; sebuah komposisi yang rentan terhadap gejolak minyak dunia. Di sisi lain, kita justru mengekspor 45,7% minyak bumi yang kita hasilkan ke luar negeri; kemungkinan karena kemampuan kilang minyak kita yang belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan BBM dalam negeri (baru sekitar 67% dari kebutuhan BBM dalam negeri).
Untuk itu atas nama Aliansi BEM Seluruh Indonesia, kami menuntut pemerintah untuk:
1.       Pemerintah perlu melakukan re-negosiasi kontrak-kontrak ekspor sumber daya energi dengan pihak asing.
2.       Penghematan subsidi BBM harus dialokasikan untuk aplikasi teknologi energi baru dan terbarukan yang sudah siap. Selain itu, riset dan pengembangan teknologi energi baru dan terbarukan yang belum matang (mature) perlu dilakukan secara sungguh-sungguh dan sistematik.
3.       Pemerintah dan seluruh pihak yang berwenang harus berusaha bijak dalam mengelola sumber daya enrgi baik potensi maupun teknologinya secara mandiri dan bertahap. Meski kerjasama dengan luar negeri tidak bisa dinafikan dalam ruang global seperti saat ini, dominasi perusahaan nasional harus semakin tercermin dalam prosentase pengelolaan sumber daya alam.
            Dengan cara demikianlah kita bisa memenuhi amanat para Pendiri Bangsa: bahwa bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar