Orang Kaya RI serap Subsidi BBM hingga Rp 5 T
Kalangan masyarakat kelas
menengah ke atas selama ini merupakan konsumen terbesar dari Bahan Bakar Minyak
bersubsidi. Sekitar Rp 5 T alokasi subsidi BBM diserap oleh kalangan mampu.
Sementara kalangan miskin yang seharusnya menjadi target penerima subsidi
justru hanya menyerap Rp 0,27 T (Ketua Departemen Keuangan DPP Partai
Demokrat:Ikhsan Modjo).
Alasan pemerintah menaikkan BBM:
1. Adanya perbedaan mencolok antara
harga minyak mentah internasional dengan premium dan solar yang beredar di
masyarakat.
Saat ini, harga minyak mentah dunia
berada pada US$127 perbarel. Sementara harga BBM bersubsidi jenis premium dan solar Rp4.500/liter.
Kondisi ini menyebabkan tekanan anggaran subsidi BBM melonjak dari Rp123
trilliun menjadi Rp190 trilliun.
2. Kenaikkan BBM bersubsidi dianggap
lebih berpihak kepada masyarakat ekonomi kecil..
3. Pemerintah tengah berupaya mendorong
masyarakat untuk berhemat dan ramah lingkungan. Penghematan berasal dari
penggunaan energy dari sumber lain, missal gas.
Anggota Komisi XI DPR RI
dari fraksi PDIP Arif Budimanta
mengatakan alokasi anggaran subsidi BBM sebesar Rp 123 trilliun untuk solar,
minyak tanah, premium dan gas, sehingga pemerintah salah jika mendorong
masyarakat beralih ke gas. Pemerintah juga telah melanggar konstitusi terhadap
kebijakan menaikkan harga BBM. Menurut UU No. 22 tahun 2011 pasal 7 ayat 6
tentang APBN 2011 yang berisi bahwa harga BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikkan.
Alasan APBN akan
membengkak jika BBM bersubsidi tidak dinaikkan, sebetulnya tak seluruhnya
tepat. Karena, pemerintah selama ini telah memperoleh penghasilan terkait
dengan tambahan Negara pertama, dari Migas sebesar Rp40T, pajak perdagangan
internasional Rp4T.
BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat)
Pemerintah berencana
memberikan program perlindungan social untuk rakyat sebagai kompensasi dari
kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dengan nama program Bantuan Langsung
Sementara Masyarakat (BLSM) dengan anggaran 25,6 trilliun. Uang itu akan
dibagikan kepada 18,5 juta keluarga miskin, setara dgn 74 juta jiwa atau Rp
150.000/kepala. Bahwasannya pemerintah bohong terhadap angka tersebut.
Data hasil BPS
menyebutkan orang miskin 30 juta jiwa atau 7,5 juta keluarga miskin sehingga
yang diperlukan hanya sebesar Rp 10 trilliun bukan Rp 25,6 trilliun. Menurut
pendataan Program Perlindungan Sosial tahun 2012 oleh Bappenas, sebanyak 74
juta jiwa terdiri dari 30 juta penduduk hampir miskin, 30 juta penduduk miskin,
14 juta jiwa sangat miskin.
Sedangkan jika dilihat
dari data penerima raskin mencapai 70 juta jiw. Padahal realitas penduduk bisa
menembus angka 100 juta jika garis kemiskinan diukur dari pengeluaran konsumsi
Rp 8.000/hari, dinaikkan Rp 15.000/hari. Pengeluaran perhari penduduk miskin
menurut Bank Dunia adalah US$ 2.
IRONI NEGERI SUMBER ENERGI
"Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat" [UUD 1945 Pasal 33
Ayat (3)
Indonesia
telah merdeka 66 Tahun yang lalu dengan dianugerahi oleh Tuhan yang Maha Esa
berupa Rakyat yang memiliki berbagai macam suku dan bahasa. Selain itu,
Indonesia juga diberi sebuah Negeri yang subur dengan potensi sumber daya alam
yang sangat kaya. Tapi sekarang dalam kenyataannya, Rakyat Indonesia mengalami
kekurangan pasokan energi, misalnya distribusi gas yang kurang merata, kenaikan
TDL, impor Batubara dan antrian minyak tanah.
Energi
merupakan pendukung utama jalannya peradaban. Kemajuan suatu bangsa membutuhkan
dukungan ketersediaan energi. Sebagai contoh, Amerika yang dianggap sebagai
negara "super power" mengkonsumsi 21,4% energi dunia, sedangkan
China, Jepang, dan Indonesia berturut-turut sebesar 15,6%, 4,8%, dan 1,1%
energi dunia pada tahun 2006 [BP, 2008].
Dari
sisi diversifikasi (keanekaragaman) sumber energi, kondisi Indonesia kurang
sehat bila dibandingkan dengan komposisi energi dunia: Indonesia masih bertumpu
pada minyak bumi (54,4% dari total energi [DESDM, 2005]), sementara kontribusi
minyak terhadap total energi dunia sudah turun menjadi 35% [IEA, 2007].
Parahnya, justru neraca energi di sektor minyak bumilah yang kurang
menguntungkan; 44,4% minyak bumi yang kita gunakan berasal dari luar negeri;
sebuah komposisi yang rentan terhadap gejolak minyak dunia. Di sisi lain, kita
justru mengekspor 45,7% minyak bumi yang kita hasilkan ke luar negeri;
kemungkinan karena kemampuan kilang minyak kita yang belum mampu memenuhi
seluruh kebutuhan BBM dalam negeri (baru sekitar 67% dari kebutuhan BBM dalam
negeri).
Untuk itu atas nama Aliansi BEM
Seluruh Indonesia, kami menuntut pemerintah untuk:
1.
Pemerintah
perlu melakukan re-negosiasi kontrak-kontrak ekspor sumber daya energi dengan
pihak asing.
2.
Penghematan
subsidi BBM harus dialokasikan untuk aplikasi teknologi energi baru dan
terbarukan yang sudah siap. Selain itu, riset dan pengembangan teknologi energi
baru dan terbarukan yang belum matang (mature) perlu dilakukan secara
sungguh-sungguh dan sistematik.
3.
Pemerintah
dan seluruh pihak yang berwenang harus berusaha bijak dalam mengelola sumber
daya enrgi baik potensi maupun teknologinya secara mandiri dan bertahap. Meski
kerjasama dengan luar negeri tidak bisa dinafikan dalam ruang global seperti
saat ini, dominasi perusahaan nasional harus semakin tercermin dalam prosentase
pengelolaan sumber daya alam.
Dengan
cara demikianlah kita bisa memenuhi amanat para Pendiri Bangsa: bahwa bumi dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus memberi manfaat yang sebesar-besarnya
bagi rakyat Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar